Kemunduran Perpustakaan Iskandariah

Setelah pengusiran oleh Ptolemaios VIII

Para cendekiawan yang pernah berkiprah di Perpustakaan Iskandariah dan murid-murid mereka masih tetap melanjutkan karya mereka dalam melakukan penelitian dan menulis risalah, tetapi sebahagian besar tidak lagi melakukannya di bawah naungan lembaga perpustakaan tersebut.[64] Para cendekiawan Iskandariah tersebar di berbagai wilayah di Mediterania Timur, tetapi belakangan ada juga yang pindah ke kawasan Mediterania Barat.[64] Murid Aristarkos yang bernama Dionisios Traks (sekitar tahun 170–90 SM) mendirikan sebuah sekolah di Pulau Rodos.[65][66] Dionisios Traks menulis buku pertama mengenai tata bahasa Yunani yang memberikan panduan menulis dan berbicara dengan jelas dan efektif.[66] Buku ini tetap menjadi buku teks utama bagi anak sekolah Yunani yang mempelajari tata bahasa hingga akhir abad kedua Masehi.[66] Orang-orang Romawi mendasarkan tulisan mengenai tata bahasa dari buku ini, dan susunan dasarnya juga menjadi landasan bagi buku-buku tata bahasa dalam berbagai bahasa hingga kini.[66] Salah satu murid Aristarkos yang lain, yaitu Apolodoros dari Athena (sekitar tahun 180–110 SM), pergi ke kota yang menjadi saingan terbesar Iskandariah, yaitu Pergamon, dan di situ ia mengajar dan melakukan penelitian.[65] Keberadaan kelompok cendekiawan Iskandariah di pengasingan ini membuat sejarawan Menekles dari Barke berkomentar dengan nada sarkastik bahwa Iskandariah telah menjadi guru semua orang Yunani dan barbar.[67]

Sementara itu, semenjak abad kedua SM, kekuasaan Wangsa Ptolemaios di Mesir semakin kacau.[68] Mereka harus menghadapi pergolakan sosial yang semakin menguat ditambah dengan masalah-masalah politik dan ekonomi lainnya, sehingga para penguasa tidak terlalu banyak memperhatikan Perpustakaan Iskandariah.[68] Status perpustakaan dan jabatan kepala perpustakaan juga mengalami penurunan.[68] Penguasa-penguasa Wangsa Ptolemaios pada masa ini memanfaatkan jabatan kepala perpustakaan untuk menghadiahi pendukung mereka yang paling setia.[68] Ptolemaios VIII mengangkat salah satu penjaga istananya yang bernama Kidas sebagai kepala perpustakaan,[69][68] sementara Ptolemaios IX Soter II (berkuasa 88–81 SM) dikatakan pernah memberikan jabatan ini kepada salah satu pendukungnya.[68] Pada akhirnya, martabat kepala perpustakaan merosot sampai-sampai para penulis pada zaman tersebut tidak lagi mencatat masa jabatan setiap kepala perpustakaan.[69]

Bidang keilmuan di Yunani Kuno juga mengalami perubahan besar pada permulaan abad pertama SM.[65][70] Pada masa tersebut, hampir semua naskah puisi klasik sudah distandardisasi, dan karya para pujangga dari Zaman Klasik Yunani juga sudah banyak diulas.[65] Akibatnya, tidak banyak hal baru yang dapat dibuat oleh para ahli dari naskah-naskah tersebut.[65] Banyak ahli yang mulai melakukan sintesis dan pengerjaan ulang terhadap ulasan-ulasan para cendekiawan Iskandariah dari abad-abad sebelumnya, dan ini bukanlah suatu karya yang baru.[65][70][lower-alpha 1] Cendekiawan-cendekiawan lain mengambil jalan lain dan mulai menulis ulasan untuk puisi-puisi para penulis pascaklasik, termasuk penyair-penyair Iskandariah seperti Kalimakos dan Apolonios dari Rodos.[65] Sementara itu, tradisi kecendekiawanan Iskandariah kemungkinan dibawa ke Roma pada abad pertama SM oleh Tiranion dari Amisos (sekitar tahun 100–25 SM), salah satu murid Dionisios Traks.[65]

Terbakar akibat ulah Yulius Maharaja

Jeneral Rom Julius Caesar terpaksa membakar kapal-kapalnya sendiri saat terjadinya Pengepungan Iskandariah pada tahun 48 SM.[8] Banyak penulis kuno yang melaporkan bahwa apinya menjalar ke Perpustakaan Iskandariah dan melalap paling tidak sebahagian dari koleksi perpustakaan tersebut.[8] Namun, perpustakaan ini tampaknya berhasil bertahan sebahagian atau dibangun ulang tidak lama sesudahnya.[8]

Pada tahun 48 SM, ketika perang saudara tengah berkecamuk di Republik Romawi, Yulius Maharaja dikepung di Iskandariah. Pasukannya membakar kapal-kapal mereka sendiri untuk menahan armada yang dimiliki oleh saudara Kleopatra, Ptolemaios XIV.[49][8] Api menjalar ke daerah perkotaan yang terletak dekat dengan dermaga dan mengakibatkan kehancuran.[69][8] Seorang filsuf dan dramawan Romawi dari abad pertama Masehi yang bernama Seneca Muda pernah mengutip sebuah pernyataan dari Ab Urbe Condita Libri karya Livius (yang ditulis antara tahun 63 hingga 14 SM), yang mengatakan bahwa kebakaran tersebut menghancurkan 40.000 tatal di Perpustakaan Iskandariah.[49][69][8][71] Tokoh platonisme Yunani yang bernama Plutarkos (sekitar tahun 46–120 M) pernah menulis dalam Kehidupan Maharaja: "[K]etika musuh berupaya memutus komunikasi lewat laut, ia terpaksa mengalihkan ancaman tersebut dengan membakar kapal-kapalnya sendiri, yang (...) kemudian menjalar dan menghancurkan perpustakaan besar."[8] Namun, sejarawan Romawi Kasius Dio (sekitar tahun 155–235 M) menulis bahwa ada "banyak tempat" yang terbakar, termasuk bangunan-bangunan lain seperti "galangan kapal dan tempat penyimpanan gandum dan buku, yang dikatakan berjumlah besar dan merupakan yang terbaik."[72][69][8] Namun, Florus dan Lukanus menulis bahwa yang terbakar adalah armada itu sendiri dan "rumah-rumah di dekat laut".[73]

Kutipan dari Kasius Dio telah menimbulkan penafsiran bahwa kebakarannya tidak menghancurkan seluruh perpustakaan, tetapi hanya tempat penyimpanan yang terletak di dekat dermaga yang dipakai oleh perpustakaan tersebut untuk menyimpan tatal.[72][69][8][74] Terlepas dari perdebatan ini, Perpustakaan Besar Iskandariah tidak hangus dilalap api.[72][69][8][74] Strabo menulis bahwa ia pernah mengunjungi Mouseion sekitar tahun 20 SM, beberapa dasawarsa setelah kebakaran yang dipicu oleh pasukan Yulius Maharaja, dan hal ini menyiratkan bahwa perpustakaan ini selamat dari bencana kebakaran atau dibangun lagi tak lama sesudahnya.[72][8] Walaupun begitu, cara Strabo dalam menjelaskan Mouseion menunjukkan bahwa lembaga ini sudah tidak semasyhur sebelumnya.[8] Strabo sendiri memang membicarakan Mouseion, tetapi ia tidak menyebut soal perpustakaan ini secara terpisah, sehingga terdapat kemungkinan bahwa perpustakaan ini benar-benar sudah merosot statusnya pada masa itu.[8] Nasib Mouseion setelah kunjungan Strabo tidak diketahui secara pasti.[49]

Selain itu, Plutarkos mencatat dalam Kehidupan Markus Antonius bahwa pada tahun-tahun menjelang Pertempuran Aktion pada tahun 33 SM, Mark Antonious konon telah menyerahkan semua tatal di Perpustakaan Pergamon yang berjumlah 200.000 kepada Kleopatra.[72][69] Plutarkos sendiri memberikan catatan bahwa sumber pernyataan ini kadang-kadang tidak dapat diandalkan, dan terdapat kemungkinan bahwa kisah ini hanyalah sebuah propaganda yang dimaksud untuk menunjukkan bahwa Markus Antonius setia kepada Kleopatra dan Mesir dan bukan kepada Roma.[72] Namun, menurut pendapat Casson, kalaupun kisah ini memang bualan belaka, kisah tersebut tidak akan dikarang kecuali jika Perpustakaan Besar Iskandariah memang masih ada.[72] Sementara itu, Edward J. Watts berpendapat bahwa hadiah dari Markus Antonius mungkin dimaksudkan untuk mengisi kembali koleksi perpustakaan.[69]

Bukti lain yang menunjukkan bahwa perpustakaan ini masih ada setelah tahun 48 SM berasal dari fakta bahwa penulis ulasan yang paling penting pada akhir abad pertama SM dan awal abad pertama Masehi adalah seorang cendekiawan di Iskandariah yang bernama Didimos Kalkenteros, dan gelarnya sendiri (Chalkénteros atau Χαλκέντερος) berarti "perut perunggu".[75][72] Didimos konon telah membuat sekitar 3.500 hingga 4.000 buku, sehingga ia adalah penulis paling produktif pada zaman kuno.[75][70] Ia juga diberi julukan βιβλιολάθηςcode: grc is deprecated (Biblioláthēscode: grc is deprecated ), yang berarti "pelupa buku", karena konon ia tidak dapat mengingat semua buku yang pernah ia tulis.[75][76] Sebahagian dari ulasan-ulasan Didimos tersimpan dalam bentuk kutipan-kutipan, dan sumber-sumber inilah yang diandalkan oleh para ahli moden untuk mengetahui karya-karya penting para cendekiawan di Perpustakaan Iskandariah.[75] Lionel Casson menyatakan bahwa karya Didimos yang luar biasa tidak mungkin dibuat jika ia tidak dapat mengakses naskah-naskah di perpustakaan ini.[72]

Zaman Romawi dan kehancuran

Prasasti dalam bahasa Latin mengenai Tiberius Klaudius Balbilus (meninggal sekitar tahun 79 M) yang menyebutkan "ALEXANDRINA BYBLIOTHECE" (baris kedelapan).

Sangat sedikit keterangan yang ada mengenai Perpustakaan Iskandariah pada zaman Principatus Romawi (27 SM–284 M).[69] Maharaja Klaudius (berkuasa 41–54 M) tercatat pernah memperluas Perpustakaan Iskandariah,[77] tetapi tampaknya nasib perpustakaan ini bergantung pada nasib Kota Iskandariah.[78] Setelah Iskandariah jatuh ke tangan Romawi, status kota ini beserta perpustakaannya mengalami penurunan.[78] Walaupun Mouseion masih tetap berdiri, orang yang ingin menjadi anggota tidak harus berasal dari kalangan cendekiawan, tetapi malah dipilih berdasarkan pencapaian dalam pemerintahan, militer, atau bahkan olahraga.[68]

Jabatan kepala perpustakaan juga mengalami nasib serupa;[68] satu-satunya kepala perpustakaan yang tercatat dalam sejarah pada masa Romawi adalah Tiberius Klaudius Balbilus yang hidup pada pertengahan abad pertama Masehi dan berprofesi sebagai politikus dan perwira militer tanpa ada pencapaian sebagai seorang cendekiawan.[68] Anggota Mouseion tidak lagi harus mengajar, meneliti, atau bahkan tinggal di Iskandariah.[79] Penulis Yunani Filostratos mencatat bahwa Maharaja Hadrianus (berkuasa 117–138 M) mengangkat pakar etnografi Dionisios dari Miletos dan filsuf beraliran sofisme Polemon dari Laodikea sebagai anggota Mouseion walaupun kedua orang ini tampaknya tidak pernah menghabiskan banyak waktu di Kota Iskandariah.[79]

Sementara itu, seiring dengan meredupnya reputasi Iskandariah sebagai pusat ilmu, reputasi perpustakaan-perpustakaan lain di wilayah Mediterania meningkat.[78] Perpustakaan-perpustakaan lain juga bermunculan di dalam Kota Iskandariah,[69] dan tatal-tatal dari Perpustakaan Besar digunakan untuk mengisi perpustakaan-perpustakaan yang lebih kecil ini.[69] Kaesareum dan Klaudianum di Iskandariah dikenal memiliki perpustakaan besar pada akhir abad pertama Masehi.[69] Serapeion yang awalnya hanya menjadi "cabang" juga membesar pada masa ini (menurut pakar sejarah klasik Edward J. Watts).[80]

Pada abad kedua Masehi, ketergantungan Romawi terhadap gandum dari Iskandariah juga berkurang.[78] Ketertarikan bangsa Romawi terhadap tradisi kecendekiawanan di Iskandariah juga tidak sebesar sebelumnya.[78] Para cendekiawan yang bekerja dan melakukan penelitian di Perpustakaan Iskandariah pada masa Romawi tidak seterkenal para cendekiawan dari zaman Wangsa Ptolemaios.[78] Pada akhirnya, kata "Iskandariah" menjadi sinonim dengan penyuntingan naskah, pembetulan kesalahan tekstual, dan penulisan ulasan yang merupakan penggabungan cendekiawan-cendekiawan lainnya; dalam kata lain, istilah ini mendapatkan konotasi berupa sifat suka menonjolkan keilmuan, kemonotonan, dan ketiadaan orisinalitas.[78] Perpustakaan Besar Iskandariah dan gedung Mouseion tidak lagi disebutkan pada pertengahan abad ketiga Masehi.[81] Sumber sejarah terakhir yang menyebutkan cendekiawan yang menjadi anggota Mouseion berasal dari dasawarsa 260-an.[81]

Pada tahun 272 M, Maharaja Aurelianus dan pasukannya berupaya merebut kembali Kota Iskandariah dari pasukan Ratu Tadmur, Zenobia.[81][68][3] Pada saat terjadinya pertempuran, pasukan Aurelianus menghancurkan daerah Broucheion.[81][68][3] Apabila Mouseion dan Perpustakaan Besar Iskandariah memang masih ada pada masa itu, keduanya hampir pasti hancur.[81][68] Kalaupun masih ada yang tersisa, lembaga atau bangunan tersebut akan binasa akibat pengepungan Kota Iskandariah oleh pasukan Maharaja Diokletianus pada tahun 297.[81]

Sumber Arab mengenai pencerobohan umat Islam

Pada tahun 642 M, Iskandariah telah ditawan oleh tentera Islam Amr ibn al-As. Beberapa sumber Arab kemudiannya menerangkan kemusnahan perpustakaan atas perintah Khalifah Omar.[82][83] Bar-Hebraeus, menulis pada abad ketiga belas, memetik Omar sebagai berkata kepada Yaḥyā al-Naḥwī: "Jika buku-buku itu sesuai dengan Quran, kita tidak memerlukannya; dan jika ini bertentangan dengan Quran, hancurkan mereka."[84] Sarjana kemudian—bermula dengan ucapan Bapa Eusèbe Renaudot pada tahun 1713 dalam terjemahan History of the Patriarchs of Alexandria bahawa kisah itu "mempunyai sesuatu yang tidak boleh dipercayai tentangnya"—skeptikal terhadap kisah-kisah ini, memandangkan julat masa yang telah diluluskan sebelum mereka ditulis dan motivasi politik pelbagai penulis.[85][86][87][88] Menurut Diana Delia, "Penolakan Omar terhadap kebijaksanaan pagan dan Kristian mungkin telah direka dan dieksploitasi oleh pihak berkuasa konservatif sebagai contoh moral untuk diikuti oleh umat Islam di kemudian hari, masa yang tidak pasti, apabila pengabdian umat beriman sekali lagi diuji oleh kedekatan dengan orang yang tidak beriman".[89]

Rujukan

WikiPedia: Perpustakaan Iskandariah https://books.google.be/books?id=LTwVAAAAQAAJ&prin... https://books.google.be/books?id=RVqIDwAAQBAJ&prin... https://www.open.edu/openlearn/ocw/pluginfile.php/... https://books.google.com/books?id=TT8BAwAAQBAJ&pri... https://books.google.com/?id=RVvdDgAAQBAJ&pg=PT57&... https://books.google.com/?id=T6t44B0-a98C&pg=PA59&... https://books.google.com/?id=ECBkVPQkNSsC&printsec... https://books.google.com/books?id=Gz2wCQAAQBAJ&pg=... https://books.google.com/?id=6GESDAAAQBAJ&pg=PA5&d... https://books.google.com/?id=7EloAAAAMAAJ&q=